LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI
3.1 Konsep Hipertensi
3.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah siastolik maupun tekanan darah diastolik ≥140/90 mmHg. Menurut The Eight Report of The Join National Committee (JNC 8) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Hapsari, 2016). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah dipembuluh darah meningkat secara kronis (RISKESDAS, 2013).
Gangguan pada pembuluh darah dapat menghambat proses sirkulasi oksigen dalam darah menurut (Puspita,2016) Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.Faktor penyebab utama penyakit jantung dan stroke adalah hipertensi, menurut (Tohari dan Umdatus,2016).Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer”(pembunuh siluman), karena sering kali penderita hipertensi bertahun-tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan atau gejala (Manikome et all, 2016).
3.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut Iskandar (2010)dalam Panjahitan (2015) Pada umumnya sekitar 90% penyebab hipertensi tidak diketahui dan faktor turunan memegang peranan besar. Hipertensi jenis ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Ada juga hipertensi yang penyebabnya diketahui, yang disebut hipertensi sekunder.
Hipertensi Esensial
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti; faktor genetik, stress dan psikologi, serta faktor lingkungan dan diet. Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
Hipertensi Sekunder
Pada hpertensi sekunder,penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, retensi insulin,hipertiroid,dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.
Tabel 3. 1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (Panjaitan, 2015)
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal
Dibawah 130 mmHg
Dibawah 85 mmHg
Normal Tinggi
130-139 mmHg
85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi Rimgan)
140-159 mmHg
90-99 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi Sedang)
160-179 mmHg
10-109 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi Berat)
180-209 mmHg
110-119 mmHg
Stadium 4 (Hipertensi Maligna)
210 mmHg atau lebih
120 mmHg atau lebih
Tabel 3. 2 Klasifikasi European Society of Cardiologi (Panjaitan, 2015)
Kategori
Tekanan Siastolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Optimal
<120
Dan
<80
Normal
120-129
Dan/atau
88-84
Normal Tinggi
130-139
Dan/atau
85-89
Hipertensi Derajat 1
140-159
Dan/atau
90-99
Hipertensi Derajat 2
160-179
Dan/atau
100-109
Hipertensi Derajat 3
>180
Dan/atau
>110
Hipertensi Sistolik Verisolasi
>190
Dan
<90
Tabel 3. 3 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan WHO (Panjaitan, 2015)
Kategori
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Tensi optimal
Tensi normal
Tensi normal tinggi
Tingkat 1: hiperensi ringan
Subgroup: Batas
Tingkat 2: hipertensi sedang
Tingkat 3: hipertensi berat
Hipertensi sistolik isolasi
Subgroup: batas
Tingkat 4: hipertensi maliogna
<120
<130
130-139
140-149
140-159
160-179
180-209
>140
140-149
>210
<80
<85
85-89
90-99
90-94
100-109
110-119
<90
<90
120
Tabel 3.4 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC-8 (Joint National Committe) (Monintja dan Angelina, 2015)
Klasifikasi
Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah diastolic (mmHg)
Normal
<120
dan <80
Pre-hipertensi
120-139
atau 80-89
Hipertensi tingkat 1
140-159
atau 90 -99
Hipertensi tingkat 2
≥160
atau ≥100
3.1.3 Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit yang dianggap tidak dapat ditularkan atau disebabkan dari seseorang kepada orang lain, sehingga bukan merupakan sebuah ancaman bagi orang lain. PTM merupakan beban kesehatan utama di Negara-negara berkembang dan Negara industri. Berdasarkan laporan WHO mengenai PTM di Asia Tenggara terdapat lima PTM dengan tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi yaitu penyakit jantung (kardiovaskuler),DM, kanker, penyakit pernafasan obstruksi kronik dan penyakit karena kecelakaan. Kebanyakan PTM merupakan penyakit degeneratif dan mempunyai prevalensi tinggi pada orang yang berusia lanjut (Irwan, 2016).
Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia, dimana penyakit tidak menular masih merupakan masalah kesehatan yang penting sehingga dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat. Oleh karena itu PTM menjadi beban ganda dan tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu penyakit tidak menular yang menyerang masyarakat saat ini adalah penyakit hipertensi. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah karena beberapa hal antara lain, meningkatkan prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target serta adanya penyakit lain yang mempengaruhi hipertensi sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Saputradan Khairul, 2016).
3.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjanya Hipertensi
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi obesitas, konsumsi natrium, merokok, stress, dan status ekonomi keluarga (Santi, 2015) :
Faktor Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebuh besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertumbuhan umur. Pasien yang berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruhdegenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut mengalami penurunan sensivitas, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan.
Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor perlindungan esterogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone esterogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormone esterogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berulit putih. Sampai saat ini, belum ketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensifitas terhadap vasopressin lebih besar.
Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25. Perubahan fisiologi dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
Konsumsi Natrium
Badan kesehatan dunia yaitu world Health Oganization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebihmenyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataanya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.
Stress
Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stress membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori selye, menggambarkan stress sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa memperdulikan apakah penyebab stress tersebut positif atau negatif. Respontubuh dapat diprediksi tanpa memperhatikan stressor atau penyebab tertentu. Stress akan meningkatkan retensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
Status Ekonomi Keluarga
Kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan oleh masyarakat telah memiliki cara-cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pokok mereka seperti makan, pakaian dan pelindung serta berbagai jenis barang yang perlu di sediakan. Tingkat ekonomi keluarga dapat dilihat dari kepemilikan barang-barang pribadi.
Kebiasaan Merokok
Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukan bahwa nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Senyawa kimia yang terkandung dalam suatu batang rokok sangat berbahaya, terutama nikotin dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut dihisap dan kemudian masuk ke dalam aliran darah. Zat beracun tersebut dapat merusak pembuluh darah yang akan menyebabkan aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan menyebabkan tekanan dalam dinding arteri meningkat. Jika merokok dimulai usia muda, berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua kali lebih sering disbanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50 tahun bahaya efek lansung dari merokok yaitu hubungan langsung dengan aktifitas berlebih saraf simpatik, yang meningkat kebutuhan oksigen pada miokardial yang kemudian diteruskan dengan peningkatan pada tekanan darah, denyut jantung, dan kontraksi miokardinal (Pusparani, 2016).
3.1.5 Gejala Klinis Hipertensi
Biasanya tidak ada gejala-gejala sampai timbul komplikas. Gejala-gejala yang sering dijumpai (Sulistiyowati, 2010):
Sering merasa pusing atau sakit kepala.
Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
Tiba-tiba ada perasaan berputar tujuh keliling dan ingin jatuh.
Dada sering berdebar-debar karena detak jantung terasa cepat.
Telinga kadang berdenging.
Mudah marah.
Mimisan (jarang).
Sukar tidur.
Sesak nafas.
Mudah lelah dan mata berkunang-kunang.
Mekanisme Pengaturan tekanan darah (Basri, 2016) :
Terdapat tiga sistem kontrol yang berperan besar dalam mempertahankan tekanan darah, diantaranya :
1. Pengaturan saraf terhadap tekanan darah
Pengaturan saraf terutama mempengaruhi kontraksi otot jantung dan tahanan vaskuler.Secara normal saraf hanya memberi sedikit pengaruh terhadap penentuanaliran darah.Sistem saraf mengatur sirkulasi hampir selurunya melalui sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Bila tekanan darah menurun maka saraf simpatis akan terangsang, neuron pasca ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter neuron pasca ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter norepinefrin (NE), biasa disebut serat adrenergik yang selanjutnya akan mengakibatkan vasokontriksi dan kontraksi otot jantung. Sebaliknya apabila tekanan darah meningkat, sistem saraf parasipatis akan terangsang, neuron pasca ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter asetilkolin (Ach). Asetokolin akan ditangkap oleh reseptor asetilkolin (Ach-R) yang terdapat pada sel endotel. Sebagai akibat, sel endotel akan mensitesis dan mensekresikan Nitric Oxide (NO) disebut juga Endothelium derived Relaxing Factor (EDRF), suatu vasodilator kuat yang juga menyebabkan relaksasi otot jantung dan pembuluh darah. Rangsangan simpatis meningkatkan aktivitas jantung, frekuensi jantung, dan kekuatan pemompaan.Sedangkan sistem parasimpatis menyebabkan penurunan pada frekuensi jantung dan sedikit penurunan pada kontraktilitas otot jantung.
Selain sistem saraf simpatis dan parasimpatis, mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang lain dan paling diketahui adalah reflex baroreseptor. Pada dasarnya reflex ini dimulai oleh reseptor regang yang disebut baroreseptor, yang terletak di dinding beberapa arteri sistemik besar. Peningkatan tekanan darah arteri menyebabkan sistem baroreseptor memberikan reseptor dengan menghambat keluaran simpatis dan merangsang keluaran parasimpatis (melalui nervus vagus) dari pusat vasokomotor sentral di bantang otak. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran simpatis ke arteriol (menurunkan tahanan perifer), penurunan aliran simpatis ke vena (menurunkan tekanan pengisian jantung), penurunan tonus simpatis, dan peningkatan tonus parasimpatis ke jantung (memperlambat frekuensi denyut jantung dan mengurangi kontraktilitas), dan menghambat sekresi ADH.
Baroreseptor merupakan ujung saraf yang memancar dan terletak di dalam dinding arteri. Baroreseptor akan terangsang bila mengalami peregangan. Pada semua dinding arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher hampir semuanya dijumpai baroreseptor.Jumlah baroreseptor ini sangat banyak dalam dinding setiap arteri karotis interna yang dikenal sebagai sinus karotis dan dinding setiap arteri karotis interna yang dikenal sebagai sinus karotis dan dinding arkus aorta. Pada tekanan 0-60 mmHg baroreseptor pada sinus karotis tidak terangsang, tetapi di atas 60 mmHg baroreseptor memberi respon yang makin lama makin cepat dan mencapai maksimum kira-kira pada tekanan 180 mmHg. Respon yang dikeluarkan baroreseptor aorta umumnya bekerja pada nilai tekanan sekitar 30 mmHg lebih tinggi.
Kemoreseptor merupakan sel-sel yang kemosensitif yang terletak di beberapa organ kecil yang berukuran 1-2 mm yakni dua buah badan karotis dan beberapa badan aorta yang terletak berdekatan dengan aorta. Kemoreseptor ini akan merangsang serabut saraf yang berjalan bersama-sama dengan serabut baroresptor melewati saraf hering dan saraf vagus menuju vasomotor. Bila tekanan arteri menurun sampai dibawah nilai kritis maka kemoreseptor akan terangsang oleh karena kurangnya aliran darah yang megalir ke badan tersebut sehingga persediaan oksigennya menjadi berkurang. Serta terdapat kelebihan karbondioksida dan ion-ion hydrogen karena tidak dapat dibuang akibat lambatnya aliran darah di daerah tersebut. Sinyal yang berasal dari kemoreseptor ini akan dijalarkan untuk merangsang pusat vasomotor da hal ini akan meningkatkan arteri. Apabila kandungan oksigen dan pH darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta da pembuluh-pembuluh darah bresar di leher mengirim implus ke pusat vasokomotor dan terjadilah vasokonstriksi.
2. Pengaturan ginjal terhadap tekanan darah
Sistem pengaturan cairan tubuh oleh ginjal untuk pengaturan tekanan arteri merupakan sistem yang sederhana. Bila tubuh terlalu banyak cairan ekstraseluler, tekanan arteri akan meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian memberi pengaruh langsung yang menyebabkan ginjal mengsekresi kelebihan cairan ektraseluler, jadi mengembalikan tekanan ke nilai normal.
Seluruh mekanisme yang mengakibatkan kenaikan volume cairan ekstraseluler dan meningkatkan tekanan arteri. Urutan peristiwanya adalah (1) kenaikan volume cairan ekstraseluler, (2) kenaikan volume darah, yang (3) meningkatkan tekanan darah pengesian sirkulasi rata-rata sehingga (4) meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, yang (5) meningkatkan curah jantung, dan (6) meningkatkan tekanan arteri.
Ada dua cara dimana curah jantung dapat meningkatkan tekanan arteri. Salah satu cara tersebut adalah (1) pengaruh langsung kenaikan curah jantung dalam meningkatkan tekanan, dan yang lain adalah (2) pengaruh tidak langsung yang disebabkan oleh autoregulasi jaringan terhadap aliran darah. Selain itu garam juga memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah.Kenaikan asupan garam lebih berperan dalam meningkatkan tekanan arteri daripada kenaikan asupan air.Penyebabnya air secara normal dieksresikan oleh ginjal hampir secepat asupannya, tetapi garam tidak dieksresikan sebegitu mudah.Karena penumpukannya di dalam tubuh, garam secara tidak langsung meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Pertama, bila di dalam tubuh terdapat kelebihan garam, osmolaritas cairan tubuh akan meningkat, keadaan ini merangsang pusat haus yang membuat seseorang minum lebih banyak untuk mengencerkan garam ekstraseluler menjadi kosentrasi normal. Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Sedangkan yang kedua karena kenaikan osmolalitas cairan ektraseluler juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar hipotalamus-hipofisis posterior untuk mensekresikan lebih banyak hormon antidiuretik.Hormon antidiuretik kemudian menyebabkan ginjal mereabsorbsi air dalam jumlah besar dari cairan tubulus ginjal sebelum dieksresikan sebagai urine, dengan demikian mengurangi volume urine sewaktu ada peningkatan volume cairan ektraseluler.
Selain mampu untuk mengatur tekanan arteri melalui perubahan pada volume cairan ekstraseluler, ginjal memiliki mekanisme yang kuat lainnya untuk mengatur tekanan yaitu system renin-angiotensin.Renin adalah suatu enzim yang dihasilkan oleh perangkat jukstaglomerular ginjal apabila perfusi ginjal menurun (iskemia ginjal) dan tekanan arteri turun sangat rendah.Enzim ini akan meningkatkan tekanan arteri melalui beberapa cara sehingga membantu mengoreksi penurunan awal pada tekanan darah. Renin beredar dalam darah dan bekerja sebagai enzim untuk mengubah bahan renin (protein angiotensinogen) yang disintesa di hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I adalah suatu protein asam amino-10 yang segera diuraikan oleh enzim pengubah angiotensin atau ACE (Angiotensin Converting Enzyme) yang diproduksi di paru-paru menjadi peptide asam amino-8, yaitu angiotensin II.
3. Pengaruh hormonal terhadap tekanan darah
Pengaruh sirkulasi secara hormonal berarti pengaturan oleh bahan-bahan yang disekresi atau diabsorbsi ke dalam cairan tubuh, seperti hormone dan ion. Di antara faktor humoral yang paling penting dalam mempengaruhi fungsi sirkulasi adalah sebagai berikut:
Norepinephrine dan epinefrin. Keduanya dikeluarkan dari medulla adrenal sebagai respon terhadap pengaktifan sistem saraf simpatis. Norepinefrin mempunyai efek vasokonstriktor hampir dalam semua jaringan vaskuler tubuh, sedangkan epinefrin mempunyai efek serupa tetapi tidak semua jaringan vaskuler.
Angiotensin adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek lain yang mempengaruhi sirkulasi dan tekanan arteri yaitu: (1) kontriksi arteriol perifer yang akan meningkatkan tahanan perifer, (2) kontriksi moderat pada vena-vena, sehingga menurunkan volume vaskuler dan (3) konstriksi arteriol ginjal dengan demikian menyebabkan ginjal menahan air dan garam, sehingga meningkatkan volume cairan tubuh, yang membantu meningkatkan tekanan arteri.
Hormone angiotensin II merupakan vasokonstriktor paling kuat yang sudah diketahui.Bilamana tekanan arteri tuurun sangat renda, sejumlah besar angiotensin II muncul di dalam sirkulasi.Ini disebabkan oleh suatu mekanisme khusus yang melibatkan pelepasan enzim renin dari ginjal bila tekanan arteri turun terlalu rendah.Bila aliran darah melalui ginjal berkurang, sel-sel juksta glomerulus mensekresikan renin ke dalam darah.Renin tersebut menetap di dalam darah selama ±30 menit dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama seluruh waktu tersebut.Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, dua asam amino tambahan dipecah darinya untuk membentuk oktapeptida, yaitu angiotensin II.Konversi ini terjadi hampir menyeluruh dalam pembuluh darah paru-paru yang kecil, dikatalisis oleh converting enzyme.Angiotensin II menetap di dalam darah selama kurang lebih satu menit tetapi cepat di nonaktifkan oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase.
Vasopressin atau hormone antidiuretic (ADH). Hormon ini dibentuk di hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson saraf ke glandula hipofisis posterior dan disekresi ke dalam darah. Vasopressin merupakan vasokonstriktor paling kuat dari tubuh dan dapat memberi pengaruh sangat besar terhadap fungsi sirkulasi. Namun dalam keadaan normal hanya sedikit jumlah vasopressin yang disekresikan.
3.1.6 Patofisiologi Hipertensi (Widyaningrum, 2012) :
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiostensinogen yangdiproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah menjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) danrasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (Kelenjar Pituitari) dan bekeja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Meingkatkan ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksikedua adalah menstimulasi sekresi aldosterone dari korteks adrenal. Aldosterone merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume tekanan darah.
Pathogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifactorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, latihan vaskuler, volume sirkulasi darah, caliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah orak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan. Gejala-gejala hipertensi antara lain sakit kepala, jantung bedebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama dimalam hari telinga berdenging (tinitus) dan dunia terasa berputar.
3.1.7 Pengukuran Tekanan Darah (Artiyaningrum, 2015) :
Pengukuran tekanan darah menggunakan alat sphygmomanometer (tensimometer) dan stetoskop. Ada3 tipe dari sphygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa (merkuri), aneroid dan elektrik. Tipe air raksa adalah jenis sphygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak terdengar pertama kali adalah tekanan diastolik. Sphygmomanometer aneroid prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan darah kapsul metalis tipis yang menyimpan udara di dalamnya. Sphygmomanometer elektronik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa, tetapi akurasinya juga relatif rendah.
Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus diperhatikan, yaitu :
Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat).
Pakailah baju lengan pendek.
Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi terbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus sesuaidengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkar paling sedikit 80% lengan atas atau 3 cm diatas lengan atas dan lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan dan di bawah kontrol manometer. Balon dipompa hingga kira-kira 30 mmHg di atas nilai saat pulsasi radialis yang teraba menghilang, kemudian stetoskop diletakkan di atas arteri brankhialis pada lipat siku, di sisi bawah manset. Kemudian tekanan manset diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mHg tiap denyut jntung. Tekanan sistolik tercaatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V).
3.1.8 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskuler yaitu stroke, transient iskemic attack, penyakit arteri koroner yaitu infark miokard angina, penyakit gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor risiko kardiovaskuler yang lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut. Menurut studi Framigham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, prnyakit atreri perifer, dan gagal jantung (Pramana, 2016).
3.1.9 Pencegahan Hipertensi
Dalam hal pencegahan hipertensi, Sulistiyowati (2010) mengatakan :
Setelah umur 30 tahun, tekanan darah diperiksa setiap tahun terutama bagi orang dengan riwayat keluarga hipertensi
Tidak merokok, minum alkohol berlebihan, dan diert rendahgaram/lemak
Bila berlebuhan berat badan, diusahakan mengurangi berat badan
Latihan aerobik paling tidak tiga kali sehari, setiap kali lamanya 15-60 menit, sampai napas terengah-engah tetapi jangan sampai sesak nafas
Mempelajari cara-cara mengendalikan stres
1.3.10 Penatalaksanaan
Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan menjalani pola hidup sehat diantaranya dengan (Hulaima, 2017):
Menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah.
Mengurangi asupan garam dengan menghindari makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit per hari minimal 3 hari per minggu dapat membantu menurunkan tekanan darah. Bila pasien tidak dapat melakukan olahraga secara khusus, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktivitas rutin sehari-hari.
Mengurangi konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari wanita dapat meningkatkan tekanan darah.
Merokok merupakan salah satu fakto resiko penyakit kardiovaskular, pasien hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Farmakologi
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang, dosis sekali sehari dan ditrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama selama terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi. Jenis-jenis obat anti hipertensi (Kurniasih, 2012) :
Diuretik
Obat-obatan diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing) sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan efeknya turunnya tekanan darah.
Penghambat simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas sistem saraf simpatis. Contoh : metildopa, klonidin, resepin.
Beta blocker
Mekanisme obat ini adalah menurunkan daya pompa jantung. Contoh : mataprolol, propranolol, bisoprolol, dan atenolol.
Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos. Contoh : prazosin dan hidralazin.
Penghambat enzim konversi angiotensin
Kerja obat ini adalah dengan menghambat pembentukan angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah). Contoh : katopril.
Antagonis kalsium
Golongan ini bekerja dengan menghambat pompa jantung dengan cara mengurangi kontraktilitas otot jantung. Contoh : nifedipin, verapamil.
Penghambat reseptor angiotensin II
Kerja obat ini adalah menghambat penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringgannya daya pompa jantung. Contoh : valsaratan.
KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI
3.1 Konsep Hipertensi
3.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah siastolik maupun tekanan darah diastolik ≥140/90 mmHg. Menurut The Eight Report of The Join National Committee (JNC 8) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Hapsari, 2016). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah dipembuluh darah meningkat secara kronis (RISKESDAS, 2013).
Gangguan pada pembuluh darah dapat menghambat proses sirkulasi oksigen dalam darah menurut (Puspita,2016) Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.Faktor penyebab utama penyakit jantung dan stroke adalah hipertensi, menurut (Tohari dan Umdatus,2016).Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer”(pembunuh siluman), karena sering kali penderita hipertensi bertahun-tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan atau gejala (Manikome et all, 2016).
3.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut Iskandar (2010)dalam Panjahitan (2015) Pada umumnya sekitar 90% penyebab hipertensi tidak diketahui dan faktor turunan memegang peranan besar. Hipertensi jenis ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Ada juga hipertensi yang penyebabnya diketahui, yang disebut hipertensi sekunder.
Hipertensi Esensial
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti; faktor genetik, stress dan psikologi, serta faktor lingkungan dan diet. Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
Hipertensi Sekunder
Pada hpertensi sekunder,penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, retensi insulin,hipertiroid,dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.
Tabel 3. 1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (Panjaitan, 2015)
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal
Dibawah 130 mmHg
Dibawah 85 mmHg
Normal Tinggi
130-139 mmHg
85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi Rimgan)
140-159 mmHg
90-99 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi Sedang)
160-179 mmHg
10-109 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi Berat)
180-209 mmHg
110-119 mmHg
Stadium 4 (Hipertensi Maligna)
210 mmHg atau lebih
120 mmHg atau lebih
Tabel 3. 2 Klasifikasi European Society of Cardiologi (Panjaitan, 2015)
Kategori
Tekanan Siastolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Optimal
<120
Dan
<80
Normal
120-129
Dan/atau
88-84
Normal Tinggi
130-139
Dan/atau
85-89
Hipertensi Derajat 1
140-159
Dan/atau
90-99
Hipertensi Derajat 2
160-179
Dan/atau
100-109
Hipertensi Derajat 3
>180
Dan/atau
>110
Hipertensi Sistolik Verisolasi
>190
Dan
<90
Tabel 3. 3 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan WHO (Panjaitan, 2015)
Kategori
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Tensi optimal
Tensi normal
Tensi normal tinggi
Tingkat 1: hiperensi ringan
Subgroup: Batas
Tingkat 2: hipertensi sedang
Tingkat 3: hipertensi berat
Hipertensi sistolik isolasi
Subgroup: batas
Tingkat 4: hipertensi maliogna
<120
<130
130-139
140-149
140-159
160-179
180-209
>140
140-149
>210
<80
<85
85-89
90-99
90-94
100-109
110-119
<90
<90
120
Tabel 3.4 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC-8 (Joint National Committe) (Monintja dan Angelina, 2015)
Klasifikasi
Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah diastolic (mmHg)
Normal
<120
dan <80
Pre-hipertensi
120-139
atau 80-89
Hipertensi tingkat 1
140-159
atau 90 -99
Hipertensi tingkat 2
≥160
atau ≥100
3.1.3 Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit yang dianggap tidak dapat ditularkan atau disebabkan dari seseorang kepada orang lain, sehingga bukan merupakan sebuah ancaman bagi orang lain. PTM merupakan beban kesehatan utama di Negara-negara berkembang dan Negara industri. Berdasarkan laporan WHO mengenai PTM di Asia Tenggara terdapat lima PTM dengan tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi yaitu penyakit jantung (kardiovaskuler),DM, kanker, penyakit pernafasan obstruksi kronik dan penyakit karena kecelakaan. Kebanyakan PTM merupakan penyakit degeneratif dan mempunyai prevalensi tinggi pada orang yang berusia lanjut (Irwan, 2016).
Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia, dimana penyakit tidak menular masih merupakan masalah kesehatan yang penting sehingga dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat. Oleh karena itu PTM menjadi beban ganda dan tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu penyakit tidak menular yang menyerang masyarakat saat ini adalah penyakit hipertensi. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah karena beberapa hal antara lain, meningkatkan prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target serta adanya penyakit lain yang mempengaruhi hipertensi sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Saputradan Khairul, 2016).
3.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjanya Hipertensi
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi obesitas, konsumsi natrium, merokok, stress, dan status ekonomi keluarga (Santi, 2015) :
Faktor Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebuh besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertumbuhan umur. Pasien yang berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruhdegenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut mengalami penurunan sensivitas, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan.
Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor perlindungan esterogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone esterogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormone esterogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berulit putih. Sampai saat ini, belum ketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensifitas terhadap vasopressin lebih besar.
Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25. Perubahan fisiologi dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
Konsumsi Natrium
Badan kesehatan dunia yaitu world Health Oganization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebihmenyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataanya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.
Stress
Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stress membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori selye, menggambarkan stress sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa memperdulikan apakah penyebab stress tersebut positif atau negatif. Respontubuh dapat diprediksi tanpa memperhatikan stressor atau penyebab tertentu. Stress akan meningkatkan retensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
Status Ekonomi Keluarga
Kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan oleh masyarakat telah memiliki cara-cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pokok mereka seperti makan, pakaian dan pelindung serta berbagai jenis barang yang perlu di sediakan. Tingkat ekonomi keluarga dapat dilihat dari kepemilikan barang-barang pribadi.
Kebiasaan Merokok
Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukan bahwa nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Senyawa kimia yang terkandung dalam suatu batang rokok sangat berbahaya, terutama nikotin dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut dihisap dan kemudian masuk ke dalam aliran darah. Zat beracun tersebut dapat merusak pembuluh darah yang akan menyebabkan aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan menyebabkan tekanan dalam dinding arteri meningkat. Jika merokok dimulai usia muda, berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua kali lebih sering disbanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50 tahun bahaya efek lansung dari merokok yaitu hubungan langsung dengan aktifitas berlebih saraf simpatik, yang meningkat kebutuhan oksigen pada miokardial yang kemudian diteruskan dengan peningkatan pada tekanan darah, denyut jantung, dan kontraksi miokardinal (Pusparani, 2016).
3.1.5 Gejala Klinis Hipertensi
Biasanya tidak ada gejala-gejala sampai timbul komplikas. Gejala-gejala yang sering dijumpai (Sulistiyowati, 2010):
Sering merasa pusing atau sakit kepala.
Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
Tiba-tiba ada perasaan berputar tujuh keliling dan ingin jatuh.
Dada sering berdebar-debar karena detak jantung terasa cepat.
Telinga kadang berdenging.
Mudah marah.
Mimisan (jarang).
Sukar tidur.
Sesak nafas.
Mudah lelah dan mata berkunang-kunang.
Mekanisme Pengaturan tekanan darah (Basri, 2016) :
Terdapat tiga sistem kontrol yang berperan besar dalam mempertahankan tekanan darah, diantaranya :
1. Pengaturan saraf terhadap tekanan darah
Pengaturan saraf terutama mempengaruhi kontraksi otot jantung dan tahanan vaskuler.Secara normal saraf hanya memberi sedikit pengaruh terhadap penentuanaliran darah.Sistem saraf mengatur sirkulasi hampir selurunya melalui sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Bila tekanan darah menurun maka saraf simpatis akan terangsang, neuron pasca ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter neuron pasca ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter norepinefrin (NE), biasa disebut serat adrenergik yang selanjutnya akan mengakibatkan vasokontriksi dan kontraksi otot jantung. Sebaliknya apabila tekanan darah meningkat, sistem saraf parasipatis akan terangsang, neuron pasca ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter asetilkolin (Ach). Asetokolin akan ditangkap oleh reseptor asetilkolin (Ach-R) yang terdapat pada sel endotel. Sebagai akibat, sel endotel akan mensitesis dan mensekresikan Nitric Oxide (NO) disebut juga Endothelium derived Relaxing Factor (EDRF), suatu vasodilator kuat yang juga menyebabkan relaksasi otot jantung dan pembuluh darah. Rangsangan simpatis meningkatkan aktivitas jantung, frekuensi jantung, dan kekuatan pemompaan.Sedangkan sistem parasimpatis menyebabkan penurunan pada frekuensi jantung dan sedikit penurunan pada kontraktilitas otot jantung.
Selain sistem saraf simpatis dan parasimpatis, mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang lain dan paling diketahui adalah reflex baroreseptor. Pada dasarnya reflex ini dimulai oleh reseptor regang yang disebut baroreseptor, yang terletak di dinding beberapa arteri sistemik besar. Peningkatan tekanan darah arteri menyebabkan sistem baroreseptor memberikan reseptor dengan menghambat keluaran simpatis dan merangsang keluaran parasimpatis (melalui nervus vagus) dari pusat vasokomotor sentral di bantang otak. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran simpatis ke arteriol (menurunkan tahanan perifer), penurunan aliran simpatis ke vena (menurunkan tekanan pengisian jantung), penurunan tonus simpatis, dan peningkatan tonus parasimpatis ke jantung (memperlambat frekuensi denyut jantung dan mengurangi kontraktilitas), dan menghambat sekresi ADH.
Baroreseptor merupakan ujung saraf yang memancar dan terletak di dalam dinding arteri. Baroreseptor akan terangsang bila mengalami peregangan. Pada semua dinding arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher hampir semuanya dijumpai baroreseptor.Jumlah baroreseptor ini sangat banyak dalam dinding setiap arteri karotis interna yang dikenal sebagai sinus karotis dan dinding setiap arteri karotis interna yang dikenal sebagai sinus karotis dan dinding arkus aorta. Pada tekanan 0-60 mmHg baroreseptor pada sinus karotis tidak terangsang, tetapi di atas 60 mmHg baroreseptor memberi respon yang makin lama makin cepat dan mencapai maksimum kira-kira pada tekanan 180 mmHg. Respon yang dikeluarkan baroreseptor aorta umumnya bekerja pada nilai tekanan sekitar 30 mmHg lebih tinggi.
Kemoreseptor merupakan sel-sel yang kemosensitif yang terletak di beberapa organ kecil yang berukuran 1-2 mm yakni dua buah badan karotis dan beberapa badan aorta yang terletak berdekatan dengan aorta. Kemoreseptor ini akan merangsang serabut saraf yang berjalan bersama-sama dengan serabut baroresptor melewati saraf hering dan saraf vagus menuju vasomotor. Bila tekanan arteri menurun sampai dibawah nilai kritis maka kemoreseptor akan terangsang oleh karena kurangnya aliran darah yang megalir ke badan tersebut sehingga persediaan oksigennya menjadi berkurang. Serta terdapat kelebihan karbondioksida dan ion-ion hydrogen karena tidak dapat dibuang akibat lambatnya aliran darah di daerah tersebut. Sinyal yang berasal dari kemoreseptor ini akan dijalarkan untuk merangsang pusat vasomotor da hal ini akan meningkatkan arteri. Apabila kandungan oksigen dan pH darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta da pembuluh-pembuluh darah bresar di leher mengirim implus ke pusat vasokomotor dan terjadilah vasokonstriksi.
2. Pengaturan ginjal terhadap tekanan darah
Sistem pengaturan cairan tubuh oleh ginjal untuk pengaturan tekanan arteri merupakan sistem yang sederhana. Bila tubuh terlalu banyak cairan ekstraseluler, tekanan arteri akan meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian memberi pengaruh langsung yang menyebabkan ginjal mengsekresi kelebihan cairan ektraseluler, jadi mengembalikan tekanan ke nilai normal.
Seluruh mekanisme yang mengakibatkan kenaikan volume cairan ekstraseluler dan meningkatkan tekanan arteri. Urutan peristiwanya adalah (1) kenaikan volume cairan ekstraseluler, (2) kenaikan volume darah, yang (3) meningkatkan tekanan darah pengesian sirkulasi rata-rata sehingga (4) meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, yang (5) meningkatkan curah jantung, dan (6) meningkatkan tekanan arteri.
Ada dua cara dimana curah jantung dapat meningkatkan tekanan arteri. Salah satu cara tersebut adalah (1) pengaruh langsung kenaikan curah jantung dalam meningkatkan tekanan, dan yang lain adalah (2) pengaruh tidak langsung yang disebabkan oleh autoregulasi jaringan terhadap aliran darah. Selain itu garam juga memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah.Kenaikan asupan garam lebih berperan dalam meningkatkan tekanan arteri daripada kenaikan asupan air.Penyebabnya air secara normal dieksresikan oleh ginjal hampir secepat asupannya, tetapi garam tidak dieksresikan sebegitu mudah.Karena penumpukannya di dalam tubuh, garam secara tidak langsung meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Pertama, bila di dalam tubuh terdapat kelebihan garam, osmolaritas cairan tubuh akan meningkat, keadaan ini merangsang pusat haus yang membuat seseorang minum lebih banyak untuk mengencerkan garam ekstraseluler menjadi kosentrasi normal. Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Sedangkan yang kedua karena kenaikan osmolalitas cairan ektraseluler juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar hipotalamus-hipofisis posterior untuk mensekresikan lebih banyak hormon antidiuretik.Hormon antidiuretik kemudian menyebabkan ginjal mereabsorbsi air dalam jumlah besar dari cairan tubulus ginjal sebelum dieksresikan sebagai urine, dengan demikian mengurangi volume urine sewaktu ada peningkatan volume cairan ektraseluler.
Selain mampu untuk mengatur tekanan arteri melalui perubahan pada volume cairan ekstraseluler, ginjal memiliki mekanisme yang kuat lainnya untuk mengatur tekanan yaitu system renin-angiotensin.Renin adalah suatu enzim yang dihasilkan oleh perangkat jukstaglomerular ginjal apabila perfusi ginjal menurun (iskemia ginjal) dan tekanan arteri turun sangat rendah.Enzim ini akan meningkatkan tekanan arteri melalui beberapa cara sehingga membantu mengoreksi penurunan awal pada tekanan darah. Renin beredar dalam darah dan bekerja sebagai enzim untuk mengubah bahan renin (protein angiotensinogen) yang disintesa di hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I adalah suatu protein asam amino-10 yang segera diuraikan oleh enzim pengubah angiotensin atau ACE (Angiotensin Converting Enzyme) yang diproduksi di paru-paru menjadi peptide asam amino-8, yaitu angiotensin II.
3. Pengaruh hormonal terhadap tekanan darah
Pengaruh sirkulasi secara hormonal berarti pengaturan oleh bahan-bahan yang disekresi atau diabsorbsi ke dalam cairan tubuh, seperti hormone dan ion. Di antara faktor humoral yang paling penting dalam mempengaruhi fungsi sirkulasi adalah sebagai berikut:
Norepinephrine dan epinefrin. Keduanya dikeluarkan dari medulla adrenal sebagai respon terhadap pengaktifan sistem saraf simpatis. Norepinefrin mempunyai efek vasokonstriktor hampir dalam semua jaringan vaskuler tubuh, sedangkan epinefrin mempunyai efek serupa tetapi tidak semua jaringan vaskuler.
Angiotensin adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek lain yang mempengaruhi sirkulasi dan tekanan arteri yaitu: (1) kontriksi arteriol perifer yang akan meningkatkan tahanan perifer, (2) kontriksi moderat pada vena-vena, sehingga menurunkan volume vaskuler dan (3) konstriksi arteriol ginjal dengan demikian menyebabkan ginjal menahan air dan garam, sehingga meningkatkan volume cairan tubuh, yang membantu meningkatkan tekanan arteri.
Hormone angiotensin II merupakan vasokonstriktor paling kuat yang sudah diketahui.Bilamana tekanan arteri tuurun sangat renda, sejumlah besar angiotensin II muncul di dalam sirkulasi.Ini disebabkan oleh suatu mekanisme khusus yang melibatkan pelepasan enzim renin dari ginjal bila tekanan arteri turun terlalu rendah.Bila aliran darah melalui ginjal berkurang, sel-sel juksta glomerulus mensekresikan renin ke dalam darah.Renin tersebut menetap di dalam darah selama ±30 menit dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama seluruh waktu tersebut.Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, dua asam amino tambahan dipecah darinya untuk membentuk oktapeptida, yaitu angiotensin II.Konversi ini terjadi hampir menyeluruh dalam pembuluh darah paru-paru yang kecil, dikatalisis oleh converting enzyme.Angiotensin II menetap di dalam darah selama kurang lebih satu menit tetapi cepat di nonaktifkan oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase.
Vasopressin atau hormone antidiuretic (ADH). Hormon ini dibentuk di hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson saraf ke glandula hipofisis posterior dan disekresi ke dalam darah. Vasopressin merupakan vasokonstriktor paling kuat dari tubuh dan dapat memberi pengaruh sangat besar terhadap fungsi sirkulasi. Namun dalam keadaan normal hanya sedikit jumlah vasopressin yang disekresikan.
3.1.6 Patofisiologi Hipertensi (Widyaningrum, 2012) :
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiostensinogen yangdiproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah menjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) danrasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (Kelenjar Pituitari) dan bekeja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Meingkatkan ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksikedua adalah menstimulasi sekresi aldosterone dari korteks adrenal. Aldosterone merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume tekanan darah.
Pathogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifactorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, latihan vaskuler, volume sirkulasi darah, caliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah orak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan. Gejala-gejala hipertensi antara lain sakit kepala, jantung bedebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama dimalam hari telinga berdenging (tinitus) dan dunia terasa berputar.
3.1.7 Pengukuran Tekanan Darah (Artiyaningrum, 2015) :
Pengukuran tekanan darah menggunakan alat sphygmomanometer (tensimometer) dan stetoskop. Ada3 tipe dari sphygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa (merkuri), aneroid dan elektrik. Tipe air raksa adalah jenis sphygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak terdengar pertama kali adalah tekanan diastolik. Sphygmomanometer aneroid prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan darah kapsul metalis tipis yang menyimpan udara di dalamnya. Sphygmomanometer elektronik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa, tetapi akurasinya juga relatif rendah.
Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus diperhatikan, yaitu :
Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat).
Pakailah baju lengan pendek.
Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi terbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus sesuaidengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkar paling sedikit 80% lengan atas atau 3 cm diatas lengan atas dan lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan dan di bawah kontrol manometer. Balon dipompa hingga kira-kira 30 mmHg di atas nilai saat pulsasi radialis yang teraba menghilang, kemudian stetoskop diletakkan di atas arteri brankhialis pada lipat siku, di sisi bawah manset. Kemudian tekanan manset diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mHg tiap denyut jntung. Tekanan sistolik tercaatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V).
3.1.8 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskuler yaitu stroke, transient iskemic attack, penyakit arteri koroner yaitu infark miokard angina, penyakit gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor risiko kardiovaskuler yang lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut. Menurut studi Framigham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, prnyakit atreri perifer, dan gagal jantung (Pramana, 2016).
3.1.9 Pencegahan Hipertensi
Dalam hal pencegahan hipertensi, Sulistiyowati (2010) mengatakan :
Setelah umur 30 tahun, tekanan darah diperiksa setiap tahun terutama bagi orang dengan riwayat keluarga hipertensi
Tidak merokok, minum alkohol berlebihan, dan diert rendahgaram/lemak
Bila berlebuhan berat badan, diusahakan mengurangi berat badan
Latihan aerobik paling tidak tiga kali sehari, setiap kali lamanya 15-60 menit, sampai napas terengah-engah tetapi jangan sampai sesak nafas
Mempelajari cara-cara mengendalikan stres
1.3.10 Penatalaksanaan
Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan menjalani pola hidup sehat diantaranya dengan (Hulaima, 2017):
Menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah.
Mengurangi asupan garam dengan menghindari makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit per hari minimal 3 hari per minggu dapat membantu menurunkan tekanan darah. Bila pasien tidak dapat melakukan olahraga secara khusus, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktivitas rutin sehari-hari.
Mengurangi konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari wanita dapat meningkatkan tekanan darah.
Merokok merupakan salah satu fakto resiko penyakit kardiovaskular, pasien hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Farmakologi
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang, dosis sekali sehari dan ditrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama selama terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi. Jenis-jenis obat anti hipertensi (Kurniasih, 2012) :
Diuretik
Obat-obatan diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing) sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan efeknya turunnya tekanan darah.
Penghambat simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas sistem saraf simpatis. Contoh : metildopa, klonidin, resepin.
Beta blocker
Mekanisme obat ini adalah menurunkan daya pompa jantung. Contoh : mataprolol, propranolol, bisoprolol, dan atenolol.
Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos. Contoh : prazosin dan hidralazin.
Penghambat enzim konversi angiotensin
Kerja obat ini adalah dengan menghambat pembentukan angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah). Contoh : katopril.
Antagonis kalsium
Golongan ini bekerja dengan menghambat pompa jantung dengan cara mengurangi kontraktilitas otot jantung. Contoh : nifedipin, verapamil.
Penghambat reseptor angiotensin II
Kerja obat ini adalah menghambat penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringgannya daya pompa jantung. Contoh : valsaratan.
Comments
Post a Comment